DSLR atau Digital Single Lens Reflex adalah kamera digital dengan format yang mengadopsi kamera
SLR film yaitu memiliki lensa yang bisa dilepas, memiliki cermin mekanik dan
penta prisma untuk mengarahkan sinar yang melewati lensa menuju ke jendela bidik.
Saat tombol rana ditekan, cermin akan terangkat dan shutter terbuka sehingga
menyebabkan sinar yang memasuki lensa akan diteruskan mengenai sensor. Proses
eksposur diakhiri dengan menutupnya shutter dan cermin kembali diturunkan.
Total waktu yang diperlukan dari shutter membuka hingga menutup lagi dinamakan
shutter speed dan bisa diatur secara manual atau otomatis.
Perbedaan antara kamera SLR di era
film dengan kamera digital SLR (DSLR) adalah pada media rekam gambar peka
cahaya yang digunakan, dimana pada SLR digunakan film 35mm dan pada kamera DSLR
digunakanlah sensor peka cahaya berjenis CCD atau CMOS. Karena sudah
menggunakan sensor, maka DSLR layaknya kamera digital pada umumnya, memiliki
rangkaian elektronik dan memiliki layar LCD untuk menampilkan gambar. Namun
secara prinsip kerja, kamera DSLR masih memiliki modul yag serupa dengan kamera
SLR film seperti modul auto fokus dan modul light meter untuk
pengukuran cahaya.
Setiap merk kamera DSLR
masing-masing mendesain sendiri mount untuk memasang
lensanya. Kebanyakan
mount ini tidak saling kompatibel, meski
ada juga kamera yang berbagi desain mount lensa (seperti
Nikon dan Fuji). Canon memiliki desain EF-mount untuk
kamera DSLRnya, sedang Nikon memakai F mount yang tetap
dipertahankan sejak 50 tahun yang lalu. Sebuah kamera DSLR masih bisa dipasang
lensa lama asalkan
mount-nya sama, meski bisa jadi ada fitur
pada lensa modern yang tidak kompatibel. Lensa DSLR modern sendiri kini sudah
dilengkapi dengan fitur stabilizer, motor ultra sonic untuk
auto fokus hingga CPU untuk bertukar informasi dengan kamera.
Seputar
sensor DSLR
Kamera DSLR memiliki keunggulan
dalam hal ukuran sensornya yang jauh lebih besar dibanding kamera digital
biasa. Hal ini kamera ukuran sensor dibuat menyamai ukuran film analog 35mm
atau yang dikenal dengan sebutan full frame
(36 x 24mm). Sensor yang besar artinya setiap pikselnya memiliki ukuran yang
lebih besar, sehingga kemampuan dalam menangkap cahaya lebih baik. Maka itu
kamera DSLR memiliki kemampuan ISO tinggi yang baik dimana pada ISO tinggi pun
noisenya masih terjaga dengan baik. Namun dengan sensor yang berukuran besar,
biaya produksi kamera DSLR menjadi tinggi khususnya DSLR full frame. Selain memakai sensor berukuran 35mm, kamera DSLR juga
tersedia dengan sensor yang berukuran lebih kecil. Tujuannya adalah untuk
menekan biaya produksi dan membuka kesempatan memproduksi lensa khusus yang
bisa dibuat lebih kecil dan dengan biaya yang lebih murah.
Sensor yang lebih kecil dari sensor full frame biasa disebut dengan crop-sensor, karena gambar yang
dihasilkan tidak lagi memiliki bidang gambar yang sama dengan fokal lensa
yangdigunakan. Hal ini biasa disebut dengan crop factor,
dinyatakan dengan
focal length multiplier, suatu faktor
pengali yang akan membuat fokal lensa yang digunakan akan terkoreksi sesuai
ukuran sensor. Perkalian ini akan menaikkan fokal efektif dari fokal lensa yang
dipakai sehingga hasil foto yang diambil dengan sensor crop ini akan mengalami
perbesaran (magnification). Semakin kecil sensornya maka semakin tinggi crop factornya dan semakin besar perbesaran gambarnya.
- Full frame 35mm (36 x
24mm) : tanpa crop factor
- APS-H (28.7 x
19mm)
: crop
factor 1,3x
- APS-C (23.6 x
15.7mm)
:
crop factor 1,5x
- APS-C (22.2
x14.8mm)
: crop
factor 1,6x
- Four Thirds (17.3 x
13mm)
: crop
factor 2x
Lensa yang didesain untuk kamera
DSLR
full frame memiliki diameter image circle yang disesuaikan dengan ukuran sensor 35mm. Dengan semakin
banyaknya DSLR dengan sensor yang lebih kecil daripada sensor full frame, maka kini semakin banyak dibuat lensa khusus dengan
diameter image
circle yang juga lebih kecil. Lensa ini dibedakan
dengan penamaan khusus, misalnya memakai kode EF-S untuk Canon dan
DX untuk Nikon. Lensa semacam ini berukuran lebih kecil dan
tergolong lensa generasi modern yang sudah dilengkapi dengan CPU. Namun lensa
dengan diameter kecil ini tidak bisa dipakai di DSLR full frame karena hasil fotonya akan mengalami vignetting (ada lingkaran di pojok foto akibat diameter lensa yang
lebih kecil dari ukuran sensor).Jalur agak berbeda ditempuh oleh Olympus yang
memakai sensor
Four Thirds (4/3) di
seluruh jajaran kamera DSLRnya, sehingga lensanya pun sudah didesain memiliki image circle yang sesuai dengan sensor Four Thirds.
Sebagai contoh, sebuah lensa fix
50mm akan memberikan panjang fokal efektif yang berbeda bila mengalami crop factor berikut :
- 1,3x : 65mm
- 1,5x : 75mm
- 1,6x : 80mm
- 2x : 100mm
Maka itu memahami ukuran sensor dari
kamera DSLR yang dimiliki sangat diperlukan supaya kita tidak salah dalam
memperhitungkan rentang fokal yang dibutuhkan.
DSLR
secara teknis
Kamera DSLR merupakan kamera tingkat
lanjut yang memiliki komponen internal yang rumit dan presisi. Prinsip kerjanya
mengandalkan cermin yang menutupi sensor sehingga gambar yang ditangkap oleh
lensa dipantulkan oleh cermin menuju jendela bidik. Saat tombol rana ditekan,
cermin akan turun sehingga sensor mendapat gambar yang ditangkap lensa lalu
merekamnya kedalam file digital. Di dalam kamera DSLR terdapat modul auto fokus
yang bekerja berdasar prinsip deteksi fasa dengan sejumlah titik sensor fokus.
DSLR kelas mahal memiliki modul AF yang rumit dan punya banyak titik fokus,
sementara DSLR kelas pemula memiliki modul AF yang lebih sederhana dengan hanya
tiga atau lima titik AF. Selain modul AF, terdapat juga alat ukur cahaya yang
bernama light meter, yang berfungsi menentukan nilai shutter dan aperture yang
akan digunakan pada setiap kondisi pencahayaan.Light meter ini juga memiliki
beberapa segmen sensor yang masing-masing mengukur intensitas cahaya lalu
datanya akan dianalisa dan dirata-rata oleh prosesor kamera. Kamera DSLR
profesional punya modul light meter yang sangat presisi dan jarang meleset
dalam menentukan eksposur. Modul light meter di kamera DSLR pemula tergolong
sederhana dan sesekali menghasilkan foto yang under atau over eksopsur sehingga
perlu disiasati dengan kompensasi eksposur.
Seiring bertambah majunya
perkembangan teknologi kamera DSLR, kini semakin umum dijumpai kamera DSLR
dengan kemampuan live-view atau menampilkan preview gambar yang akan difoto
melalui layar LCD. Pada kamera DSLR generasi awal, layar LCD hanya digunakan
untuk menampilkan hasil foto saja, sedangkan untuk membidik hanya bisa melalui
jendela bidik (viewfinder). Namun untuk sebuah kamera DSLR bisa melakukan
live-view, kamera perlu menurunkan cermin supaya sensor bisa menerima gambar
dari lensa. Akibatnya kamera kehilangan kemampuan auto fokusnya yang berbasis
deteksi fasa. Sebagai gantinya, diberikanlah metoda auto fokus lain yang
berbasis deteksi kontras seperti yang dipakai di kamera digital biasa.
Perbedaan utamanya, auto fokus dengan deteksi kontras perlu waktu lebih lama
untuk mengunci fokus padahal kamera DSLR itu identik dengan kinerjanya yang
cepat. Pengembangan lebih lanjut dari live-view adalah memungkinkannya kamera
DSLR modern untuk merekam gambar bergerak atau video. Kini semakin banyak kamera
DSLR yang bisa merekam video beresolusi High Definition (HD) 1280 x 720 piksel
bahkan 1920 x 1080 piksel
Tidak ada komentar:
Posting Komentar